posted by : Tentara Kecilku
Salah satu budaya masyarakat
Indonesia apabila ada orang yang meninggal dunia, keluarga handaitaulan,
rekan-rekan maupun para tetangga berkumpul di rumah duka atau masjid dan
mushalla terdekat untuk berdo’a bersama-sama, yang berisi bacaan Al-Qur’an, dzikir,
tasbih, tahmid, tahlil, shalawat dan lain-lainnya. Semua itu hanyalah untuk
memohon kepada Allah SWT agar kerabat yang telah dipanggil kehadirat-Nya
mengdapatkan ampunan dan tempat yang layak di sisi-Nya serta berbahagia di alam
barzah sana.
Hal ini tidak lepas dari beberapa hal yang berkaitan, antara lain :
1.
Acara Selamatan
Sudah menjadi adat istiadat masyarakat menyajikan
makanan dan minuman ala kadarnya, berasal dari hasil sedekah para pelayat yang
kemudian dihidangkan kembali dalam bentuk siap saji. Bagi kalangan yang mampu,
secara ikhlas tuan rumah menyediakan makanan tersebut atas biaya mereka
sendiri, bahkan masih ditambah buah tangan (berkat). Semua itu dilakukan
sebagai sedekah yang pahalanya dihadiahkan kepada kerabat yang telah meninggal
dunia.
a.
Memberikan bantuan makanan
pada keluarga mayit
Dalil orang yang memberi bantuan kepada keluarga yang ditinggal mati,
seperti memberi bantuan beras, gula dan lain sebagainya adalah hadits Nabi SAW
:
عن عبد الله بن جعفر
رضي الله عنهما قال لما قدم خبر موت أبي قال النبي ص م لأهل بيته اصنعوا لألـ جعفر
طعاما وابعثوا به اليهم فقد جاءهم مايشغلهم عنه
“Dari Abdullah bin Ja’far RA, ia berkata, “ketika datang kabar meninggalnya
ayahku, Rasulullah SAW berkata pada keluarganya, “Buatlah makanan untuk
keluarga Ja’far, lalu kirimkan kepada mereka. Telah datang kepada mereka
sesuatu yang membuat mereka melupakan makanan”. (sunan Abi Dawud 2725)
Syekh Ahmad Qushairi bin Shiddiq menyatakan :
أن الجاويين غالبا
اذا مات أحدهم جاءوا الى أهله بنحو الأرز نيئا ثم طبخوه بعد التمليك وقدموه لأهله
وللحاضرين عملا بخبر اصنعوا لألـ جعفر طعاما ورجاء ثواب الإطعام للميت
“Orang-orang Jawa (Indonesia)
jika salah seorang di antara mereka ada yang meninggal dunia, mereka bisaanya
datang kepada keluarga si mayit sambil membawa beras. Setelah diberikan kepada
keluarga si mayit, mereka kemudian memasaknya lalu menyuguhkannya kepada
keluarga mayit dan orang-orang yang berta’ziyah. Karena mengamalkan hadits
“Buatlah makanan untuk keluarga Ja’far……” dan mengharap pahala sedekah makanan
untuk si mayit”. (Bulug Al-Umniyyah, 219)
b.
Hukum berkumpul dan membaca
Al-Qur’an serta dzikir untuk mayit
Hukumnya adalah boleh. Al-Imam Muhammad bin Ali bin
Muhammad Al-Syaukani berkata :
العادة الجارية في
بعض البلدان من الإجتماع في المسجد لتلاوة القرأن على الأموات. وكذلك في البيوت
وسائر الإجتماعات التي لم ترد فى الشريعة, لاشك إن كانت خالية عن معصية سليمة من
المنكرات فهي جائزة لأن الإجتماع ليس بمحرم بنفسه لاسيما اذا كان لتحصيل طاعة
كالتلاوة ونحوها ولايقدح في ذلك كون تلك التلاوة مجعولة للميت فقد ورد جنس التلاوة
من الجماعة المجتمعين كما في حديث اقرؤوا يـس على موتاكم وهو حديث صحيح ولافرق بين
تلاوة يـس من الجماعة الحاضرين عند الميت او على قبره وبين تلاوة جميع القرأن او
بعضه لميت في مسجده او بيته
“kebisaaan di sebagian Negara mengenai perkumpulan atau pertemuan di
masjid, rumah, di atas kubur, untuk membaca al-Qur’an yang pahalanya
dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia, tidak diragukan lagi
hukumnya boleh (jaiz) jika di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan dan
kemungkaran, meskipun tidak ada penjelasan (secara dzahir) dari syari’at.
Kegiatan melaksanakan perkumpulan itu pada dasarnya bukanlah sesuatu yang haram
(muharram fi nafsih), apalagi jika di dalamnya diisi dengan kegiatan
yang dapat menghasilkan ibadah seperta membaca Al-Qur’an atau lainnya. Dan
tidaklah tercela menghadiahkan pahala membaca Al-Qur’an atau lainnya kepada orang
yang telah meninggal dunia. Bahkan ada beberapa jenis bacaan yang didasarkan
pada hadits shohih seperti اقرؤوا
يس على موتاكم
(bacalah surat Yasin kepada orang
yang mati di antara kamu). Tidak ada bedanya apakah pembacaan surat Yasin tersebut dilakukan bersama-sama
di dekat mayit atau di atas kuburnya, dan membaca Al-Qur’an secara keseluruhan
atau sebagian, baik dilakukan di masjid atau di rumah”.(Ar-Rasail
As-Salafiyah, 46).
Selain keterangan di atas bahkan juga ada hadits shahih
yang menjelaskannya :
عن أبي هريرة رضي
الله عنه قال : قال رسول الله ص م : ومااجتمع قوم في بيت من بيوت الله يتلون كتاب
الله ويتدارسونه بينهم الا نزلت عليهم السكينة وغشيتهم الرحمة وحفتهم الملائكة
وذكرهم الله قيمن عنده
“Dari Abi Hurairah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “tidaklah
berkumpul suatu kaum di dalam satu rumah Allah SWT, sambil membaca Al-Qur’an
bersama-sama, kecuali Allah SWT akan menurunkan kepada mereka ketenangan hati,
meliputi mereka dengan rahmat, dikelilingi para malaikat, dan Allah SWT
memujinya dihadapan mahluk yang ada di sisi-Nya”. (sunan Ibnu Majjah 221)
c.
Memberikan makan kepada
orang yang berta’ziyah
Hukumnya boleh, berdasarkan hadits Nabi SAW :
عن عبد الله بن عمرو
رضي الله عنهما أن رجلا سأل النبي ص م أي الإسلام خير؟ قال تطعم الطعام وتقرأ
السلام على من عرفت ومن لاتعرف
“Dari Abdullah bin Amr RA, “Ada
seorang laki-laki bertanya pada Nabi SAW, perbuatan apakah yang paling baik?”,
Rasulullah SAW menjawab, “Memberi makanan dan mengucapkan salam, baik kepada orang
yang engkau kenal atau tidak” (Shahih Bukhari, 11)
Dalam kitab Nihatul al-Zain Juz I hal 281 :
(وتنفع
ميتا صدقة)....الى أن قال والتصدق عن الميت بوجه شرعي مطلوب ولايتقيد بكونه في
سبعة أيام اواكثر او اقل وتقييده ببعض الأيام من العوائد فقط كما أفتي بذلك السيد
أحمد دخلان وقد جرت عادة الناس بالتصدق عن الميت في ثالث من موته وفي سابع وفي
تمام العشرين وفي الأربعين وفي المائة وبعد ذلك يفعل كل سنة حولا في يوم الموت كما
افاده شيخنا يوسف السنبلاويني. أماالطعام الذي يجتمع عليه الناس ليلة دفن المبت
المسمى بالوحشة فهو مكروه ما لم يكن من مال الايتام والا فيحرم كذا في كشف اللثان
ودعاء قال النووي في الأذكار اجمع العلماء على ان الدعاء للأموات ينفعهم ويصلهم
ثوابه اهـ
Keterangan : menurut pandangan syar’i
bersedekah yang pahalanya diperuntukkan untuk mayit adalah sunnah, dalam
pelaksanaannya tidak diharuskan pada hari ketujuh, keduapuluh dan seterusnya,
sedangkan selamatan tujuh hari, empat puluh harinya mayit dan haul hanya
sebatas adat yang berlaku di masyarakat kita.
2.
Istilah Tujuh Hari &
Haul Dalam Tahlil
Asal usul tujuh hari
Asal usul istilah tersebut ialah mengikuti amal yang dicontohkan sahabat
Nabi SAW. Imam Ahmad bin Hambal RA berkata dalam kitab Al-Zuhd, sebagaimana
yang dikutip oleh Imam Suyuthi dalam kitab Al-Hawi lil Fatawi
حدثنا هاشم بن القاسم
قال حدثنا الأشجعي عن سفيان قال : قال طاوس إن الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكان
يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الأيام
“Hasyim bin Al-Qosim meriwayatkan kepada kami, ia berkata, “Al-Asja’I
meriwayatkan kepada kami dari Sufyan, ia berkata, “Imam Thawus berkata, “orang
yang meninggal dunia di uji selama tujuh hari di dalam kubur mereka, maka
kemudian para kalangan salaf mensunnahkan bersedekah makanan untuk orang yang
meninggal dunia selama tujuh hari itu”. (Al-Hawi lil Fatawi, Juz II hal 178)
Imam As-Suyuthi berkata:
أن سنة الإطعام سبعة
أيام بلغني أنها مستمرة الى الأن بمكة والمدينة فالظاهر أنها لم تترك من أهل
الصحابة الى الأن وأنهم أخذوها خلافا عن سلف الى الصدر الأول
“Kebisaaan memberikan sedekah makanan selam tujuh hari merupakan kebisaaan
yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman Imam Suyuthi, sekitar abad IX
Hijriyah) di Makkah dan Madinah. Yang jelas, kebisaaan itu tidak pernah
ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi SAW sampai sekarang ini, dan tradisi itu
diambil dari ulama’ salaf sejak generasi pertama (masa sahabat Nabi SAW)”. (Al-Hawi
lil Fatawi, Juz II hal 194)
Asal usul istilah haul
Kata “haul” tersebut diambil
dari sebuah ungkapan yang berasal dari hadits Nabi SAW,
عن الواقدي قال كان
النبي ص م يزور الشهداء بأحد في كل حول, واذا بلغ الشعبة رفع صوته فيقول : سلام
عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار ثم أبوبكر رضي الله عنه كل حول يفعل مثل ذلك ثم
عمربن الخطاب ثم عثمان بن عفان رضي الله عنهما(رواه البيهقى)
“Dari Al-Waqidi Rasulullah SAW setiap haul (setahun sekali) berziarah ke
makam para syuhada’ perang uhud. Ketika Nabi SAW sampai di suatu tempat bernama
Sya’b ,beliau mengeraskan suaranya dan berseru :
سلام عليكم بما صبرتم
فنعم عقبى الدار
“Keselamatan bagimu atas kesabaranmu alangkah baiknya tempatmu di alam
akhirat”. Abu Bakar RA juga melakukan seperti itu, demikian juga Umar dan
Utsman bin Affan RA”. (syarh Al-Shudur, 92)
3.
Manfaat Tahlil
Beberapa manfaat dari acara tahlil ini, antara lain :
Ø
Sebagai ikhtiar (usaha) bertaubat kepada Allah SWT
untuk diri sendiri dan saudara yang telah meninggal dunia.
Ø
Merekatkan tali
persaudaraan antar sesama, baik yang masih hidup atau yang telah meninggal
dunia. Sebab sejatinya, ukhuwah islamiyah itu tidak terputus karena kematian.
Ø
Untuk mengingat bahwa akhir
dari kehidupan dunia ini adalah
kematian, yang setiah jiwa tidak akan terlewati.
Ø
Di tengah hiruk pikuk
dunia, manusia yang selalu bergelut dengan materi tentu memerlukan kesejukan
rohani. Salah satu caranya ialah dengan dzikir (mengingat Allah SWT). Bukankah
tahlil itu terdiri dari dzikir bacaan Al-Qur'an, shalawat, dan lain sebagainya
?
Ø
Tahlil sebagai salah satu
bentuk media yang efektif untuk dakwah islamiyah. Bukankah dengan membaca لااله الاالله
seseorang telah menjadi muslim ? walaupun dia masih perlu pembinaan untuk
kesempurnaan imannya, akan tetapi dengan cara yang kultural ini, tanpa terasa
saudara kita umat islam semakin bertambah.
Sebagai manifestasi dari rasa cinta sekaligus penenang
hati bagi keluarga almarhum yang sedang dirundung duka
No comments:
Post a Comment